Tuesday 11 December 2012

Perluasan wilayah Islam dan kemajuannya (Khulafaur Roshidin - Abbasiyah)

Nama : Moh Haris Hariyadi
Makul : Seminar Sejarah


 


A. Perluasan Wilayah Kekuasaan pada masa Khulafaur Rosidin.




  1. 1.      Abu Bakar


                        Meskipun Abu Bakar r.a tidak banyak melakukan perluasan daerah kekuasaan, akan tetapi beliau berhasil menaklukkan beberapa wilayah:


1. Penaklukkan Iraq, seperti Mahdhor, Ullais, Nahrud Dain, Anbar dan Ain Tamar oleh Khalid bin Walid (12 H).


2. Penaklukkan Syam oleh Khalid bin Walid (13 H), yang sebelumnya telah ditekan oleh Khalid bin Sa’id bin Ash.


                        Dua penaklukan ini adalah penaklukan besar yang terjadi pada masa Abu Bakar r.a meskipun sebenarnya Syam berhasil ditaklukkan pada masa awal pemerintahan Umar bin Khattab r.a.


 




  1. 2.      Umar Bin Khotob


 


            Ketika para pembangkang di dalam negeri telah dikikis habis oleh khalifah Abu Bakar, maka tugas pertama ialah melanjutkan ekspedisi yang telah dirintis oleh pendahulunya. Maka dari itu, gelombang ekspansi (perluasan wilayah kekuasaan) banyak terjadi antaranya, ibu kota Syria, Damaskus jatuh tahun 635 M, dan setahun kemudian setelah tentara Bizantium kalah dalam perang Yarmuk, seluruh daerah Syiria jatuh di bawah kekuasaan Islam dengan memakai Syiria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan ’Amr bin Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’ad bin abi Waqash. Iskandaria, ibu kota Mesir, ditaklukkan pada tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh di bawah kekuasaan Islam. Al-Qadasiah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Mosul dapat dikuasai. 


            Bersamaan dengan ekspansi tersebut, pusat kekuasaan Madinah mengalami perkembangan yang amat pesat. Khalifah telah berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahan untuk melayani tuntunan masyarakat baru yang berkembang. Umar mendirikan dewan-dewan, Baitul Mal, mencetak uang, mengatur gaji, menciptakan tahun hijriah dan sebagainya.


Di samping itu karena wilayah kekuasaan semakin luas, maka wilayah Islam dibagi menjadi unit-unit administratif yang diatur menjadi delapan wilayah propinsi yaitu: Mekah, Madinah, Jasirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.


 




  1. 3.      Usman bin Affan


 


                        Pada masa awal pemerintahannya,Utsman melanjutkan sukses para pendahulunya, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam. Daerah strategis yang sudah dikuasai Islam sepertiMesir dan Irak terus dilindungi dan dikembangkan dengan melakukan serangkaian ekspedisi militer yang terencana secara cermat. Di Mesir pasukan muslim di instruksikan untuk memasuki Afrika Utara. Salah satu pertempuran terpenting disini adalah “Zatis Sawari (peperangan tiang kapal) yang terjadi di Laut Tengah dekat kota Iskandariyah, antara tentara Romawi yang dipimpin oleh Constantin dengan tentara Muslim yang dipimpin oleh Abdullah bin Sarah. Dinamakan perang kapal karena banyaknya kapal-kapal perang yang digunakan dalam peperangangan tersebut. Disebutkan terdapat 1.000 buah kapal, dan 200 buah kapal milikm kaum muslim sedangkan sisanya milik tentara Romawi. Pasukan Islam berhasil mengusir pasukan Romawi dan ini merupakan kemenangan pertama tentara muslim pertempuran dilaut. Selanjutnya bergerak dari kota Basrah untuk menaklukkan sisa wilayah kerajaan Sasan di Irak, dan dari kota Kufah, tentara Muslim menyerbu beberapaprovinsi disekitar laut Kaspia.


                        Dakwah Islam pada masa awal kekhilafahan Utsman Bin Affan menunjukkan kemajuan dan perkembangan signifikan melanjutkan estafeta dakwah pada masa khalifah sebelumnya. Wilayah dakwah Islam menjangkau perbatasan Aljazair (Barqah dan Tripoli sampai Tunisia), di sebelah utara meliputi Allepo dan sebagian Asia Kecil. Di timur laut sampai Transoxiana dan seluruh Persia serta Balucistan (Pakistan sekarang), serta Kabul dan Ghazni.


                        Perluasan wilayah kekuasaan Islam juga dilakukan perluasan wilayah ke Armenia,Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai disini.




  1. Ali bin Abi Tholib


            Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibai'at secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.


            Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan. Untuk pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa pemerintahannya, Pertempuran Basra. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan Ummul mu'minin Aisyah binti Abu Bakar, janda Rasulullah. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Ali.


            Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai kalangan waktu itu kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan (akan terjadi) oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih hidup, dan diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak zaman Utsman bin Affan, menyebabkan perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya selesai di situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir pemerintahannya. Pertempuran Shiffin yang melemahkan kekhalifannya juga berawal dari masalah tersebut.


            Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Ia meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami salat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.


 


B. Perluasan Wilayah Islam pada masa Ummayah.


            Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.


            Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.


            Di zaman Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.


Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.


            Gerakan-gerakan yang dilancarkan oleh kelompok Khawarij dan Syi'ah juga dapat diredakan. Keberhasilan ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Selanjuytnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M), dimana sewaktu diangkat sebagai khalifah, menyatakan akan memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang berada dalam wilayah Islam agar menjadi lebih baik daripada menambah perluasannya, dimana pembangunan dalam negeri menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat, kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, namun berhasil menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.


C. Kemajuan Peradaban Pada masa bani Abbasiyah


            Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.


            Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. Selanjutnya digantikan oleh Abu Ja'far al-Manshur (754-775 M), yang keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij, dan juga Syi'ah. Untuk memperkuat kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu per satu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir dibunuh karena tidak bersedia membaiatnya, al-Manshur memerintahkan Abu Muslim al-Khurasani melakukannya, dan kemudian menghukum mati Abu Muslim al-Khurasani pada tahun 755 M, karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya.


            Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini al-Manshur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator dari kementrian yang ada, Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abdurrahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekadar untuk mengantar surat. Pada masa al-Manshur, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.


            Khalifah al-Manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di antara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosphorus. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama gencatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian lain Oxus, dan India.


            Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting.


            Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Ar-Rasyid Rahimahullah (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mun (813-833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.


            Al-Ma'mun, pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli (wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah). Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.


            Al-Mu'tasim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi'ah, dan konflik antarbangsa dan aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.


            Dari gambaran di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah. Di samping itu, ada pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang tak terdapat di zaman Bani Umayyah.




  1. Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab Islam. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab Islam. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa Turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.

  2. Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah.

  3. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, belum ada tentara khusus yang profesional.


            Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:




  1. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.

  2. Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana.


            Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis, dan berdiskusi. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Di samping itu, kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:




  1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia, sebagaimana sudah disebutkan, sangat kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.

  2. Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Ma'mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.


            Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode, penafsiran pertama, tafsir bi al-ma'tsur, yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan para sahabat. Kedua, tafsir bi al-ra'yi, yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada hadits dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al-ra'yi, (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh dan terutama dalam ilmu teologi. Perkembangan logika di kalangan umat Islam sangat memengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.


            Imam-imam madzhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Abu Hanifah Rahimahullah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang berada di tengah-tengah kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Karena itu, mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadits. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi Qadhi al-Qudhat di zaman Harun Ar-Rasyid. Berbeda dengan Imam Abu Hanifah, Imam Malik Rahimahullah (713-795 M) banyak menggunakan hadits dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum itu ditengahi oleh Imam Syafi'i Rahimahullah (767-820 M), dan Imam Ahmad ibn Hanbal Rahimahullah (780-855 M) yang mengembalikan sistem madzhab dan pendapat akal semata kepada hadits Nabi serta memerintahkan para muridnya untuk berpegang kepada hadits Nabi serta pemahaman para sahabat Nabi. Hal ini mereka lakukan untuk menjaga dan memurnikan ajaran Islam dari kebudayaan serta adat istiadat orang-orang non-Arab. Di samping empat pendiri madzhab besar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak para mujtahid lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan madzhab-nya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak berkembang, pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.


            Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan astronomi terkenal nama al-Fazari sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Farghani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama ar-Razi dan Ibnu Sina. Ar-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibn Sina. Ibnu Sina yang juga seorang filosof berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Di antara karyanya adalah al-Qoonuun fi al-Thibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.


            Dalam bidang optikal Abu Ali al-Hasan ibn al-Haitsami, yang di Eropa dikenal dengan nama Alhazen, terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke mata. Di bidang kimia, terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Di bidang matematika terkenal nama Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu aljabar. Kata aljabar berasal dari judul bukunya, al-Jabr wa al-Muqoibalah. Dalam bidang sejarah terkenal nama al-Mas'udi. Dia juga ahli dalam ilmu geografi. Di antara karyanya adalah Muuruj al-Zahab wa Ma'aadzin al-Jawahir.


            Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat, yang terkenal di antaranya ialah asy-Syifa'. Ibnu Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan Averroisme. Pada masa kekhalifahan ini, dunia Islam mengalami peningkatan besar-besaran di bidang ilmu pengetahuan. Salah satu inovasi besar pada masa ini adalah diterjemahkannya karya-karya di bidang pengetahuan, sastra, dan filosofi dari Yunani, Persia, dan Hindustan. Tambahan pula, pada zaman ini menyaksikan penemuan ilmu geografi, matematika, dan astronomi seperti Euclid dan Claudius Ptolemy. Ilmu-ilmu ini kemudiannya diperbaiki lagi oleh beberapa tokoh Islam seperti Al-Biruni dan sebagainya.


            Demikianlah kemajuan politik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam pada masa klasik, kemajuan yang tidak ada tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan dan kegemilangan. Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama, namun setelah periode ini berakhir, peradaban Islam juga mengalami masa kemunduran. Wallahul Musta’an.


 

2 comments:

  1. knp gak ada gambar nya aq kn igain gambar
    perluasan wilayah islam
    tlg dog ini tugas ku

    ReplyDelete
  2. aqmau hari in dog gambarnya
    tlg masukin

    ReplyDelete

Hilangnya Sahabat yang baru aku kenal

[caption id="attachment_379" align="alignright" width="300" caption="ageng riski"] [/caption] Ni men...